Setiap pagi hari menjelang seperti biasa, saya selalu menyempatkan diri untuk “smokol” alias sarapan sebelum beraktivitas. Kata smokol merupakan salah satu padanan kata dalam bahasa daerah yang berasal dari Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara yang berarti makan pagi. Orang Manado termasuk saya gemar menyantap bubur untuk sarapan, dan sebenarnya tidak hanya untuk sarapan terkadang menu bubur ini kerap dijadikan menu makan siang atau sore hari. Bahkan bubur Manado ini kerap dihidangkan sebagai menu utama dalam penyelenggaraan acara-acara tertentu. Ya, bubur Manado tersebut dikenal dengan sebutan: Tinutuan.
Tinutuan yang dilengkapi perkedel nike dan tahu goreng (dok: pribadi) |
Berbeda dengan bubur kebanyakan, Tinutuan memiliki ciri khasnya tersendiri. Kalau biasanya bubur diberi kuah dan suwiran ayam maka bubur Manado tidak demikian adanya sehingga hidangan ini dapat menjadi alternatif pilihan bubur bercitarasa unik dan beda. Bubur khas Manado memiliki campuran komplit nan sederhana berupa sayur kangkung, sayur bayam dan/atau sayur gedi, milu alias jagung, sambiki alias labu kuning, singkong dan ikan cakalang serta beras tentunya sebagai bahan dasar bubur. Tidak ketinggalan sambal yang disebut dabu-dabu melengkapi santapan bubur Manado.
Tinutuan yang dilengkapi dengan tahu goreng, ikan asin dan sambal dabu-dabu (dok: pribadi) |
Adapun menu pelengkap yang tidak boleh ketinggalan ketika menyantap Tinutuan ialah perkedel milu alias perkedel jagung, perkedel nike alias perkedel berbahan dasar ikan nike, ikan cakalang fufu alias cakalang yang diasap, ikan tuna, tahu goreng, tahu rebus setengah matang dan sambal roa. Fyi, sambal yang satu ini terbuat dari ikan roa dan biasa disebut juga rica roa atau dabu-dabu roa. Duh, membayangkannya saja sudah membuat air liur saya menetes dan menelan ludah berkali-kali. Tinutuan memang tiada tandingannya!
Tinutuan menyehatkan dengan perkedel nike sebagai pelengkap hidangan (dok: pribadi) |
Tinutuan memiliki kandungan gizi tinggi karena berasal dari bahan alami yaitu sayur-sayuran, umbi-umbian, dan ikan. Bubur ini tidak mengandung daging sehingga aman dikonsumsi bagi seorang vegetarian sekalipun dan semua ragam usia baik tua maupun muda. Bahkan dipercaya bahwa menu makanan yang satu ini kerap menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado.
Sebagaimana dilansir oleh Wikipedia bahwa Tinutuan tidak diketahui asalnya dengan jelas sejak kapan hidangan ini menjadi makanan khas Kota Manado. Tapi yang pasti Tinutuan digunakan sebagai motto Kota Manado semenjak kepemimpinan Walikota Kota Manado pada periode 2005 – 2010 yaitu “Manado, Kota Tinutuan”. Bila kalian sempat berkunjung ke Manado maka tidak ada salahnya melakukan wisata kuliner dan mengunjungi lokasi wisata makanan khas Tinutuan yang berada di Kawasan Wakeke. Inga-inga, ting!
Laman Omiyago juga tidak ketinggalan menyajikan informasi tentang ragam kuliner Indonesia khas Manado (lihat disini) diantaranya Sambal Roa dengan kisaran harga yang sangat terjangkau yaitu Rp 78.900 – Rp 94.500. Tidak hanya sambal roa, Omiyago juga menyediakan cemilan khas Manado yaitu Bagea dan Halua Kenari. Masing-masing dibanderol seharga Rp 52.500 dan Rp 57.900. Harganya murah meriah dan sesuai dengan kualitas rasanya yang tidak diragukan lagi kelezatannya.
Oya, bila kalian telusuRI lebih lanjut sebenarnya ada satu keunikan Tinutuan yang perlu kalian ketahui yaitu bubur ini dapat disantap dengan menggunakan mie. Ya, midal namanya. Tinutuan alias bubur Manado dengan segala keunikannya berupa bubur yang bisa dicampur mie basah menjadikan Tinutuan menjadi santapan menyehatkan dambaan para warga Kawanua yang tengah berada di perantauan. Jadi, merindukan Tinutuan sama halnya dengan merindukan kampung halaman. Tinutuan merupakan kuliner Indonesia khas Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara yang menjanjikan kenikmatan bagi para penikmatnya. Ododoe, Tinutuan sadap sekali komang!
Midal adalah tinutuan yang dicampur dengan mie basah (dok: pribadi) |
dok: http://www.omiyago.com/ |