ASURANSI PERTANIAN: Asosiasi Tunggu Kebijakan Menteri Baru
Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunggu program dari kementerian pertanian yang baru terkait pelaksanaan asuransi pertanian.
Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor mengatakan, pelaksanaan asuransi pertanian tergantung pada program kementerian pertanian. “Untuk asuransi pertanian ini memang membutuhkan peran pemerintah, industri tidak bisa berjalan sendiri,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (28/10/2014).
Menurutnya, jika pemerintahan Jokowi –JK memang ingin mencanangkan kedaulatan pangan, asuransi pertanian ini bisa menjadi alat mitigasi risiko. Dia menambahkan, jika hal tersebut dijadikan program nasional, akan banyak sekali perusahaan asuransi yang bisa terlibat. Pihaknya kemungkinan besar juga akan mengajukan adanya konsorsium.
Frans Wiyono, Senior Insurance Specialist Bank Dunia untuk Indonesia juga mengimbau pemerintah dan industri asuransi agar segera menggarap sektor pertanian dan tidak perlu takut untuk menggarap sektor tersebut.
Frans mengatakan, tingginya loss ratio dari percobaan asuransi pertanian di tiga propinsi yang digelar Kementerian Pertanian tahun lalu disebabkan oleh sedikitnya jumlah lahan yang diikutkan dalam program tersebut.
“Itu kan masih pilot, karena jumlah pesertanya sedikit, makanya loss ratio-nya tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini. Menurutnya, kalau program asuransi pertanian tersebut memenuhi hukum bilangan besar, maka loss ratio-nya akan semakin kecil. Alhasil, asuransi pertanian akan menguntungkan baik bagi petani maupun perusahaan asuransi.
Sebagai gambaran, pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan uji coba pelaksanaan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) di musim tanam pada Oktober 2012 sampai Maret 2013. Uji coba tersebut digelar di 3 propinsi yaitu, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan.
PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) bertindak sebagai pelaksana asuransi. Frans menyebutkan, tiga perusahaan pupuk juga ikut andil dalam program tersebut dengan memberi subsidi berupa pembayaran premi asuransi sebesar 80%. Sedangkan sisanya dibebankan kepada petani.
Dalam jurnal berjudul Asuransi Pertanian Sebagai Alternatif Mengatasi Risiko Usaha Tani Menuju Pertanian Berkelanjutan yang ditulis Yesi Hendriani Supartoyo, mahasiswa program doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dijelaskan beberapa kendala gagalnya program tersebut.
"Mengacu pada data Jasindo 2013, realisasi atas cakupan lahan padi yang dapat dilaksanakan oleh Jasindo luasnya hanya 623,12 hektar. Jumlah tersebut jauh dari proyeksi awal yang semula direncanakan, yakni 3.000 hektar."
Pada saat implementasi, luas lahan padi petani yang terkena kerugian panen akibat dampak puso mencapai 87,28 hektar dengan klaim yang diajukan sebesar Rp523 juta atau 467% dari nilai premi yang terbayarkan. Dalam hal ini perusahaan asuransi mengalami kerugian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar